Sebuah peristiwa tragis kembali menimpa kaum muslimin. 70 shahabat
pilihan yang merupakan para qurra` (ahli membaca Al-Qur`an) dibantai
dengan hanya menyisakan satu orang saja. Peristiwa ini mengguratkan
kesedihan yang mendalam pada diri Rasulullah . Beliaupun mendoakan
kejelekan kepada para pelakunya selama satu bulan penuh. Inilah awal
mula adanya Qunut, namun tentu saja bukan seperti yang dipahami oleh
masyarakat kebanyakan di mana dilakukan terus menerus setiap Shalat
Shubuh.
Pada bulan Shafar tahun keempat hijriah, peristiwa ini terjadi. Ketika
itu datang Abu Barra` ‘Amir bin Malik menemui Rasulullah di Madinah,
kemudian oleh beliau diajak kepada Islam. Ia tidak menyambutnya, namun
juga tidak menunjukkan penolakan.
Kemudian dia berkata: “Wahai Rasulullah, seandainya engkau mengutus
shahabat-shahabat engkau kepada penduduk Najd untuk mengajak mereka
kepada Islam, aku berharap mereka akan menyambutnya.”
Beliau berkata: “Aku mengkhawatirkan perlakuan penduduk Najd atas mereka.” Tapi kata Abu Barra`: “Aku yang menjamin mereka.”
Kemudian Rasulullah mengutus 70 orang shahabat ahli baca Al-Qur`an,
termasuk pemuka kaum muslimin pilihan. Mereka tiba di sebuah tempat
bernama Bi`r Ma’unah, sebuah daerah yang terletak antara wilayah Bani
‘Amir dan kampung Bani Sulaim. Setibanya di sana, mereka mengutus Haram
bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan, membawa surat Rasulullah
kepada ‘Amir bin Thufail. Namun ‘Amir bin Thufail tidak menghiraukan
surat itu, bahkan memberi isyarat agar seseorang membunuh Haram. Ketika
orang itu menikamkan tombaknya dan Haram melihat darah, dia berkata:
“Demi Rabb Ka’bah, aku beruntung.”
Kemudian ‘Amir bin Thufail menghasut orang-orang Bani ‘Amir agar
memerangi rombongan shahabat lainnya, namun mereka menolak karena adanya
perlindungan Abu Barra`. Diapun menghasut Bani Sulaim dan ajakan ini
disambut oleh ‘Ushaiyyah, Ri’l, dan Dzakwan. Merekapun datang mengepung
para shahabat Rasulullah lalu membunuh mereka kecuali Ka’b bin Zaid bin
An-Najjar yang ketika itu terluka dan terbaring bersama para mayat
lainnya. Dia hidup hingga terjadinya peristiwa Khandaq.
Al-Imam Al-Bukhari t menceritakan hal ini dalam Shahih-nya:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ
خَالَهُ أَخٌ لأُمِّ سُلَيْمٍ فِي سَبْعِينَ رَاكِبًا وَكَانَ رَئِيسَ
الْمُشْرِكِينَ عَامِرُ بْنُ الطُّفَيْلِ خَيَّرَ بَيْنَ ثَلاَثِ خِصَالٍ،
فَقَالَ: يَكُونُ لَكَ أَهْلُ السَّهْلِ وَلِي أَهْلُ الْمَدَرِ أَوْ
أَكُونُ خَلِيفَتَكَ أَوْ أَغْزُوكَ بِأَهْلِ غَطَفَانَ بِأَلْفٍ وَأَلْفٍ.
فَطُعِنَ عَامِرٌ فِي بَيْتِ أُمِّ فُلاَنٍ فَقَالَ: غُدَّةٌ كَغُدَّةِ
الْبَكْرِ فِي بَيْتِ امْرَأَةٍ مِنْ آلِ فُلاَنٍ، ائْتُونِي بِفَرَسِي.
فَمَاتَ عَلَى ظَهْرِ فَرَسِهِ، فَانْطَلَقَ حَرَامٌ أَخُو أُمِّ سُلَيْمٍ
وَهُوَ رَجُلٌ أَعْرَجُ وَرَجُلٌ مِنْ بَنِي فُلاَنٍ. قَالَ: كُونَا
قَرِيبًا حَتَّى آتِيَهُمْ فَإِنْ آمَنُونِي كُنْتُمْ وَإِنْ قَتَلُونِي
أَتَيْتُمْ أَصْحَابَكُمْ. فَقَالَ: أَتُؤْمِنُونِي أُبَلِّغْ رِسَالَةَ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَجَعَلَ يُحَدِّثُهُمْ
وَأَوْمَئُوا إِلَى رَجُلٍ فَأَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَطَعَنَهُ. قَالَ:
هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ حَتَّى أَنْفَذَهُ بِالرُّمْحِ. قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ
فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ. فَلُحِقَ الرَّجُلُ فَقُتِلُوا كُلُّهُمْ
غَيْرَ اْلأَعْرَجِ كَانَ فِي رَأْسِ جَبَلٍ، فَأَنْزَلَ اللهُ عَلَيْنَا
ثُمَّ كَانَ مِنْ الْمَنْسُوخِ (إِنَّا قَدْ لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ
عَنَّا وَأَرْضَانَا) فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِمْ ثَلاَثِينَ صَبَاحًا عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَبَنِي
لِحْيَانَ وَعُصَيَّةَ الَّذِينَ عَصَوْا اللهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Anas, bahwa Nabi mengutus pamannya (saudara Ummu Sulaim)
bersama 70 orang berkuda. Ketika itu yang menjadi pemimpin kaum
musyrikin ‘Amir bin Thufail. Dia memberi tiga pilihan, katanya: “Untukmu
penduduk Sahl dan aku penduduk Madar, atau aku penggantimu, atau aku
perangi engkau bersama penduduk Ghathafan dengan dua ribu pasukan.”
Akhirnya ‘Amir ditikam di rumah Ummu Fulan, katanya: “Ghuddah seperti ghuddah Al-Bakri,[1] di
rumah seorang wanita Bani Fulan. Bawakan kudaku, lalu dia mati di atas
kudanya. Kemudian berangkatlah Haram saudara Ummu Sulaim, dia seorang
laki-laki pincang, dan seorang dari Bani Fulan. Katanya: “Mendekatlah,
sampai aku menemui mereka, kalau mereka menjamin keamananku, itulah
urusan kamu. Kalau mereka membunuhku, maka carilah shahabat-shahabat
kamu.”
Lalu dia berkata: “Apakah kamu memberiku keamanan untuk menyampaikan
surat Rasulullah ? Kemudian dia mulai berbicara dengan mereka, namun
ada yang memberi isyarat kepada seseorang yang mendatanginya dari
belakang lalu menikamnya. Kata Hammam, aku kira sampai tombaknya
menembus tubuhnya. Dia berkata: “Allahu Akbar, saya beruntung, demi Rabb
Ka’bah.” Lalu dikejarlah temannya dan mereka semua dibunuh kecuali
seorang yang pincang yang berada di puncak bukit.
Allah turunkan kepada kami ayat yang kemudian dimansukh:
“Sesungguhnya kami telah menemui Rabb kami, lalu Dia ridha kepada kami
dan membuat kami ridha. Maka Nabi mendoakan kejelekan terhadap mereka
selama 30 hari; terhadap Ri’l, Dzakwan, dan Bani Lihyan serta ‘Ushaiyyah
yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.”
Ibnu Hajar t dalam Fathul Bari juga memaparkan kisah yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, antara lain beliau mengatakan:
“Bahwasanya ada perjanjian antara kaum musyrikin dengan Rasulullah .
Mereka adalah kelompok yang tidak ikut memerangi beliau. Diceritakan
oleh Ibnu Ishaq dari para masyaikhnya, demikian pula oleh Musa bin
‘Uqbah dari Ibnu Syihab, bahwa yang mengadakan perjanjian dengan beliau
adalah Bani ‘Amir yang dipimpin oleh Abu Barra` ‘Amir bin Malik bin
Ja’far si Pemain Tombak. Sedangkan kelompok lain adalah Bani Sulaim. Dan
‘Amir bin Thufail ingin mengkhianati perjanjian dengan para shahabat
Rasulullah . Diapun menghasut Bani ‘Amir agar memerangi para shahabat,
namun Bani ‘Amir menolak, kata mereka: “Kami tidak akan melanggar
jaminan yang diberikan Abu Barra`.” Kemudian dia menghasut ‘Ushaiyyah
dan Dzakwan dari Bani Sulaim dan mereka mengikutinya membunuh para
shahabat…” demikian secara ringkas.
Akhirnya Rasulullah melakukan qunut selama satu bulan mendoakan
kejelekan terhadap orang-orang yang membunuh para qurra`
shahabat-shahabat beliau di Bi`r Ma’unah. Belum pernah para shahabat
melihat Rasulullah begitu berduka dibandingkan ketika mendengar berita
ini.
Al-Imam Al-Bukhari mernceritakan dari Anas bin Malik :
قَنَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا
حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ
“Rasulullah qunut selama satu bulan ketika para qurra` itu
terbunuh, dan aku belum pernah melihat Rasulullah begitu berduka
dibandingkan kejadian tersebut.”
Ibnu Jarir meriwayatkan pula dalam Tarikh-nya, sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad(3/247),
bahwa pada saat pembantaian tersebut, ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari dan
Al-Mundzir bin ‘Uqbah bin ‘Amir tinggal di pekarangan kaum muslimin.
Mereka tidak mengetahui adanya peristiwa pembantaian itu melainkan
karena adanya burung-burung yang mengitari tempat kejadian tersebut.
Akhirnya mereka melihat kenyataan yang memilukan tersebut.
Mereka berembuk apa yang akan mereka lakukan. ‘Amr bin Umayyah
berpendapat sebaiknya mereka kembali untuk menceritakan kejadian pahit
ini kepada Rasulullah , tapi Al-Mundzir menolak dan lebih suka turun
menyerang kaum musyrikin. Diapun turun dan menyerang hingga terbunuh
pula. Akhirnya ‘Amr tertawan, namun ketika dia menyebutkan bahwa dia
berasal dari kabilah Mudhar, ‘Amir memotong ubun-ubunnya dan
membebaskannya.
‘Amr bin Umayyah pulang ke Madinah, namun setibanya di Al-Qarqarah
sebuah wilayah dekat Al-Arhadhiyah, sekitar 8 pos dari Madinah dia
berhenti bernaung di bawah sebatang pohon. Kemudian datanglah dua
laki-laki Bani Kilab dan turun bernaung di tempat itu juga. Ketika
keduanya tertidur, ‘Amr menyergap mereka dan dia menganggap bahwa telah
membalaskan dendam para shahabatnya. Ternyata keduanya mempunyai ikatan
perjanjian dengan Rasulullah yang tidak disadarinya. Setelah tiba di
Madinah, dia ceritakan semuanya kepada Rasulullah dan beliau berkata:
لَقَدْ قَتَلْتَ قَتِيْلَيْنِ َلأَدِيَنَّهُمَا
“Sungguh kamu telah membunuh mereka berdua, tentu saya akan tebus keduanya.”[2]
Inilah antara lain yang juga menjadi penyebab terjadinya perang Bani
An-Nadhir yang akan dikisahkan pada edisi mendatang, Insya Allah.
Dari kisah ini, ulama menyimpulkan bahwa qunut yang dilakukan oleh
Rasulullah hanyalah qunut nazilah dan itupun beliau lakukan selama satu
bulan, mendoakan kejelekan terhadap Bani Lihyan, ‘Ushaiyyah dan
lain-lain. Bukan terus-menerus sebagaimana dilakukan sebagian kaum
muslimin hari ini.
Ini diriwayatkan juga oleh Al-Imam Ahmad dan lainnya dari hadits Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
“Bahwasanya Nabi n qunut selama satu bulan lalu meninggalkannya.”
Demikian pula yang disimpulkan oleh Ibnul Qayyim dalam pembahasan masalah qunut ini, lihat kitabZaadul Ma’ad (1/273-285).
Terakhir, beliau mengatakan bahwa yang diriwayatkan dari shahabat tentang qunut ini ada dua, yaitu:
a. Qunut ketika ada musibah atau bencana yang menimpa (nazilah)
seperti qunut yang dilakukan Ash-Shiddiq ketika para shahabat
memerangi Musailamah Al-Kadzdzab dan ahli kitab. Juga qunut yang
dilakukan ‘Umar dan ‘Ali ketika menghadapi pasukan Mu’awiyah dan
penduduk Syam.
b. Qunut yang mutlak, yang dimaksud adalah memanjangkan rukun shalat
(seperti berdiri, atau sujud dan lainnya) untuk berdoa dan memuji Allah.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar