Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu ‘Anha berkata,
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Al Bukhari dari Abdullah bin Yusuf dari Malik bin Anas dari Ibnu Syihab Az Zuhri dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah.[1]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim (1819), Malik (229), Abu Dawud (1166), Ahmad (24274), Ath Thabarani dalam Al Ausath (5439), Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab (3120), Ibnu Hibban (2592), dan Al Baghawi (988); juga dari Aisyah.
Hikmah dan Ibrah
Abdurrahman bin Abdil Qari[4] berkata,
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ فَقَالَ عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يَعْنِي آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ .
“Saya keluar ke masjid bersama Umar bin Al Khathab pada bulan Ramadhan. Di sana banyak sekali orang yang terpencar-pencar. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang shalat sendiri, tetapi ada beberapa orang yang mengikutinya. Umar berkata; ‘Demi Allah, sesungguhnya saya melihat jika saya satukan mereka dengan seorang imam tentu akan lebih baik.’ Maka, Umar pun mengumpulkan mereka dengan Ubay bin Ka’ab sebagai imam. Kemudian, saya keluar lagi bersama Umar pada malam yang lain, dimana ornag-orang shalat dengan qari` (imam) mereka. Umar berkata; ‘Ini adalah bid’ah yang sangat bagus. Tetapi, orang-orang yang sekarang tidur itu lebih baik daripada yang bangun.’ Maksud Umar, orang yang tidur untuk bangun di akhir malam. Waktu itu, orang-orang qiyamullail pada awal malam.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Malik bin Anas bin Malik Al Ashbahi Al Madani (w. 179 H) dari Ibnu Syihab Az Zuhri dari Urwah bin Az Zubair dari Abdurrahman bin Abdil Qari. [5]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1871), Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman (3122), dan Abdurrazaq dalam Al Mushannaf (7723).
Hikmah dan Ibrah
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ
فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى اللَّيْلَةَ الْقَابِلَةَ
فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ
الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي
صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي
خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat pada suatu
malam di masjid. Orang-orang pun turut shalat mengikuti shalat beliau.
Kemudian pada malam berikutnya beliau shalat lagi dan orang-orang
semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau
keempat. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar
menemui mereka. Keesokan harinya, Nabi berkata, “Sungguh aku melihat apa
yang kalian lakukan, dan tidak ada yang menghalangiku keluar kepada
kalian selain aku takut jika ini diwajibkan atas kalian.” Dan itu pada
bulan Ramadhan.”Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Al Bukhari dari Abdullah bin Yusuf dari Malik bin Anas dari Ibnu Syihab Az Zuhri dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah.[1]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim (1819), Malik (229), Abu Dawud (1166), Ahmad (24274), Ath Thabarani dalam Al Ausath (5439), Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab (3120), Ibnu Hibban (2592), dan Al Baghawi (988); juga dari Aisyah.
Hikmah dan Ibrah
- Yang dimaksud shalat di masjid dalam hadits ini adalah shalat sunnah.
- Kata “pernah” atau “pada suatu malam” di sini menunjukkan bahwa Nabi biasa shalat sunnah di rumah. Tetapi, sekali-kali beliau pernah melakukannya di masjid. Adapun shalat wajib, Nabi melaksanakannya berjamaah di masjid. Dalam hadits shahih disebutkan,
فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ .
“Sesungguhnya sebaik-baik shalat adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib.”[2]- Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat malam pada bulan Ramadhan berjamaah bersama para sahabat di masjid.
- Nabi hanya melakukan shalat malam[3] ini beberapa kali.
- Nabi tidak melanjutkan shalat malam berjamaah bersama para sahabat bukan karena dilarang Allah, melainkan karena beliau khawatir jika shalat malam (baca: tarawih) diwajibkan atas umatnya.
- Nabi sangat sayang dan mencintai umatnya, sehingga beliau takut umatnya dibebani shalat malam berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan yang belum tentu umatnya sanggup melakukannya.
- Bisa juga bermakna, bahwa Nabi khawatir jika umatnya menganggap shalat tarawih ini hukumnya wajib.
- Shalat tarawih berjamaah di masjid ada dasarnya, karena Nabi pernah melakukannya, meskipun hanya beberapa kali. Namun demikian, apa yang dilakukan Nabi ini adalah sunnah.
- Jika Nabi tidak melanjutkan tarawihnya bersama para sahabat karena khawatir akan diwajibkan, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika kaum muslimin setelah Nabi melakukannya. Sebab, Nabi telah tiada, dan tidak mungkin ada syariat baru sepeninggal beliau.
Abdurrahman bin Abdil Qari[4] berkata,
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرَانِي لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ فَقَالَ عُمَرُ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يَعْنِي آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ .
“Saya keluar ke masjid bersama Umar bin Al Khathab pada bulan Ramadhan. Di sana banyak sekali orang yang terpencar-pencar. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang shalat sendiri, tetapi ada beberapa orang yang mengikutinya. Umar berkata; ‘Demi Allah, sesungguhnya saya melihat jika saya satukan mereka dengan seorang imam tentu akan lebih baik.’ Maka, Umar pun mengumpulkan mereka dengan Ubay bin Ka’ab sebagai imam. Kemudian, saya keluar lagi bersama Umar pada malam yang lain, dimana ornag-orang shalat dengan qari` (imam) mereka. Umar berkata; ‘Ini adalah bid’ah yang sangat bagus. Tetapi, orang-orang yang sekarang tidur itu lebih baik daripada yang bangun.’ Maksud Umar, orang yang tidur untuk bangun di akhir malam. Waktu itu, orang-orang qiyamullail pada awal malam.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan Imam Malik bin Anas bin Malik Al Ashbahi Al Madani (w. 179 H) dari Ibnu Syihab Az Zuhri dari Urwah bin Az Zubair dari Abdurrahman bin Abdil Qari. [5]
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1871), Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman (3122), dan Abdurrazaq dalam Al Mushannaf (7723).
Hikmah dan Ibrah
- Menurut Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu ‘Anhu, daripada orang-orang di masjid ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang berjamaah, akan lebih baik jika mereka disatukan dalam satu shalat jamaah dengan seorang imam.
- Shalat tarawih berjamaah di masjid yang dilakukan Umar bukanlah sesuatu yang baru, melainkan pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
- Shalat tarawih di masjid adalah sunnah, dan shalat malam di rumah juga sunnah.
صَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ فِي مَسَاجِدِ الْمُسْلِمِيْنَ سُنَّةٌ مَسْنُوْنَةٌ .
“Shalat tarawih di masjid-masjid kaum muslimin adalah sunnah yang disunnahkan.”[6]- Yang dimaksud bid’ah oleh Umar bukanlah bid’ah secara syar’i, melainkan bid’ah dari sisi lughawi (bahasa), yakni menyatukan orang-orang secara sengaja berdasarkan instruksinya sebagai Amirul Mukminin untuk shalat tarawih berjamaah.
- Ditunjukkanya Ubay bin Ka’ab sebagai imam shalat tarawih, menunjukkan bahwa yang paling layak dan berhak menjadi imam adalah orang yang terbaik bacaan dan pengetahuan Al-Qur`annya.
- Kata Umar, “Orang-orang yang sekarang tidur itu lebih baik daripada yang bangun.” Maksudnya, berjamaah tarawih di masjid pada awal malam adalah bagus. Namun, orang yang tidur pada awal malam agar bisa bangun tengah malam atau dini hari untuk shalat adalah lebih bagus lagi.
_________________________________
[1] Shahih Al Bukhari, Kitab Al-Jumu’ah, Bab Tahridh An Nabiy ‘Ala Shalati Al Lail wa An Nawafil, hadits nomor 1061.
[2] HR. Al Bukhari (689) dan Muslim (1301) dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu.
[3] Shalat malam pada bulan Ramadhan ini selanjutnya dikenal sebagai “shalat tarawih”.
[4]
Abu Muhammad Abdurrahman bin Abdil Qari Al Madani, seorang tabi’in yang
mulia. Waktu kecil, ia pernah dibawa ayahnya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi dia tidak pernah mendengar dan
meriwayatkan hadits langsung dari Nabi. Para ulama memasukkannya dalam
kelompok tabi’in. Pada masa Umar, dia pernah diberi kepercayaan sebagai
penanggung jawab Baitul Mal. Abdurrahman wafat tahun 80 H (ada yang
mengatakan 81 H) dalam usia 78 tahun.
[5] Lihat Al Muwaththa`, Kitab An Nida` li Ash-Shalah, Bab Ma Ja`a fi Qiyam Ramadhan, hadits nomor 231.
[6]
Al-Mustadrak ‘Ala Ash-Shahihain (1560).Lihat Al Muwaththa`, Kitab An
Nida` li Ash-Shalah, Bab Ma Ja`a fi Qiyam Ramadhan, hadits nomor 231.
0 komentar:
Posting Komentar